Kamis, 11 Maret 2010

MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB

A. PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya.

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Seorang mahasiswa mempunyai kewajiban belajar. Bila belajar, maka hal itu berarti ia telah memenuhi kewajibannya. Berarti pula ia telah bertanggung jawab atas kewajibannya. Sudah tentu bagaimana kegiatan belajar si mahasiswa, itulah kadar pertanggung jawabannya. Bila pada ujian ia mendapat nilai A, B atau C itulah kadar pertanggung-jawabannya. Bila si mahasiswa malas belajar, dan ia sadar akan hal itu. Tetapi ia tetap tidak mau belajar dengan alasan capek, segan dan lain-lain. Padahal ia menghadapi ujian.ini berarti bahwa si mahasiswa tidak memenuhi kewajibannya, berarti pula ia tidak bertanggung jawab.

Berikut ini diberikan penggambaran bagaimana suatu tanggung jawab diberikan oleh dua orang yang kualitas tanggung jawabnya berbeda.

Widodo ialah seorang pegawai yang tekun dalam melaksanakan tugasnya. Ia datang sebelum waktu kerja dimulai. Tanpa banyak bicara dikerjakan tugasnya. Setelah selesai tugas yang dikerjakan, ia memberikan hasil pekerjaannya kepada atasannya sebagai pertanggungjawabannya. Ia pun tidak banyak hilir mudik dikantomya untuk persoalan kepentingannya sendiri, seperti buang air, mencari makanan atau minuman. Ia pun pulang pada waktu jam kantornya usai.Bila ada pertanyaan dari atasannya tentang pekerjaan yang dilakukan, ia pun memberikan jawaban secara baik dan pasti. Ia dapat memberikan pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang diberikan kepadanya, sehingga konduitenya baik, naik pangkat pada waktunya, dan memperoleh penghargaan khusus waktu tertentu.

Berbeda dengan Hudiyanto yang datangnya terlambat dan pulangnya sering lebih cepat. Sementara waktu kerja ada saja kepentingan pribadinya yang lebih dulu dikerjakan daripada kepentingan kantor, sehingga pekerjaan yang diserahkan kepadanya sering tidak selesai pada waktunya,itu pun masih banyak kekurangan atau kesalahan yang terdapat didalamnya. Bila ia ditanya oleh atasannya, selalu ada saja yang dijawabnya. Yang rumahnya jauh, istri atau anaknya sakit, ada urusan keluarga, ada famili yang meninggal. Karena itu kenaikan pangkat dan gajinya sering ditunda, dan ada gejala ia akan dipindahkan ke tempat lain yang sifatnya hukuman. Hudiyanto bukan orang yang bisa dan mau bertanggung jawab, melainkan ia hanya bisa tanggung menjawab saja.

Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau keinsafan atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbulnya tanggung jawab itu karena manusia itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam. Manusia tidak boleh berbuat semaunya terhadap manusia lain dan terhadap alam lingkungannya.

Manusia menciptakan keseimbangan, keserasian, keselarasan antara sesama manusia dan antara manusia dan lingkungan.

Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain. Dari sisi si pembuat ia harus menyadari akibat perbuatannya itu, dengan demikian ia sendiri pula yang harus memulihkan ke dalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain, apabila si pembuat tidak mau bertanggung jawab, pihak lain yang akan memulihkan baik dengan cara individual maupun dengan cara kemasyarakatan.

Apabila dikaji, tanggung jawab itu adalah kewajiban atau beban yang harus dipikul atau dipenuhi sebagai akibat dari pebuatan pihak yang berbuat, atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain, atau sebagai pengabdian, pengorbanan pada pihak lain. Kewajiban atau beban itu ditujukan untuk kebaikan pihak yang berbuat sendiri, atau pihak lain. Dengan keseimbangan, keserasian, keselarasan antara sesama manusia, antara manusia dan lingkungan, antara manusia dan Tuhan selalu dipelihara dengan baik.

Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa .

B. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB

Manusia itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau untuk keperluan pihak lain. Untuk itu ia manghadapi manusia lain dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alam. Dalam usahanya itu manusia juga menuadari bahwa ada kekuatan lain yang ikut menentukan yaitu kekuasaan Tuhan. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya. Atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis tanggung jawab, yaitu :

(a) Tanggung jawab terhadap diri sendiri

Tanggug jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendiri Menurut sifat dasarnya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi. Karena merupakan seorang pribadi maka manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri angan-angan sendiri. Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak. Dalam hal ini manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan, baik yang disengaja maupun tidak.

Karenanya Allah menegaskan, bahwa pertanggungjawaban manusia itu akan diminta. Akan tetapi manusia banyak yang mengira bahwa hidup ini dibiarkan begitu saja, atau barangkali ia tahu akan tetapi tidak menyadarinya, karena tertutupi penglihatannya dengan fatamorgana dunia.
Karenanya tidaklah salah jika Allah dengan pertanyaan retorisnya mengatakan :

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ (38)

'Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,' [Surah Al Muddatstsir 38].

(b) Tanggung jawab terhadap keluarga

Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.

Tegaknya sebuah keluarga muslim memberikan andil yang sangat besar bagi terlaksananya dakwah islamiyah. Islam sendiri memberikan tanggung jawab yang begitu agung kepada keluarga baik dia seorang ayah maupun ibu untuk memberikan pendidikan, pengetahuan, dakwah dan bimbingan kepada anggota keluarga. Pembinaan yang demikian inilah yang akan menyelamatkan dan memberikan penjagaan kepada diri dan keluarga.

Mengomentari hal ini Ali bin Abi Tholib dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhum menyatakan “Berikan pendidikan, ajarilah dengan ketaatan kepada Allah, serta takutlah dari kemaksiatan. Didiklah anggota keluargamu dengan dzikir yang akan menyelamatkan dari api neraka” ( Ibnu Katsir & At Tabari).

Inilah sebagian tanggung jawab yang diberikan oleh Islam kepada keluarga.


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka” (QS At Tahrim : 6)

(c) Tanggung jawab terhadap Masyarakat

Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain tersebut. Sehingga dengan demikian manusia di sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

Contoh :

Hanafi terlalu congkak dan sombong, ia mengejek dan menghina pakaian pengantin adat Minangkabau. Ia tidak memakai pakaian itu, bahkan penutup kepala yang dikeramatkan pun semula ditolak. Tetapi setelah ada ancaman dari pihak pengiring, terpaksa Hanafi mau memakainya juga. Di dalam peralatan itu hampir-hampir pernikahan dibatalkan, karena timbul perselisihan antara pihak kaum perempuan dengan pihak kaum laki-laki. Pangkalnya dari Hanafi juga. Ia berkata pakaian mempelai yang masih sekarang dilazimkan di negerinya, yaitu pakaian secara zaman dahulu, disebutkannya cara anak komedi Istambul.

Jika ia dipaksa memakai secara itu, sukalah urung sahaja, demikian katanya dengan pendek. Setelah timbul pertengkaran di dalam keluarga pihaknya sendiri akhirnya diterimalah, bahwa ia memakai smoking, yaitu jas hitam, celana hitam, dengan berompi dan berdasi putih. Tetapi waktu hendak menutup kepalanya, sudah berselisih pula. Dengan kekerasan ia menolak pakaian dester suluk, yaitu pakaian orang Minangkabau. Bertangisan sekalipun perempuan meminta supaya ia jangan menolak tanda keminangkabauan yang satu, yaitu selama beralat saja. Jika peralatan sudah selesai, bolehlah ia nanti memakai sekehendak hatinya pula. Hanafi tetap menolak kehendak orang tua, ia tidak hendak menutup kepala, karena lebih gila pula dari pada anak komidi, bila memakai dester saluk dengan baju smoking dan dasi. Setelah ibunya sendiri hilang sabarnya dan memukul-mukul dada di muka anak yang "terpelajar" itu, barulah Hanafi menurut kehendak orang banyak, sambil mengeluh dan teringat akan badannya yang sudah "tergadai". Untunglah ia menurutkan hal menutup kepala itu, karena sekalian pengantar dan pasumandan (pengiring bangsa perempuan) sudah berkata bahwa mereka tak sudi mengiringkan "mempelai didong". Akhirnya Hanafi tunduk pula dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, Meskipun harus bersitegang dahulu. Sebagai pertanggungjawaban kecongkakan dan kesombongannya itu, Hanafi harus menerima rasa antipati dari masyarakat Minangkabau yang sangat ketat teriiadap adat itu (salah asuhan)

(d). Tanggung jawab kepada Bangsa / Negara

Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.

Contoh :

1) Dalam novel jalan tak ada ujung karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang tekenal sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang milik sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru isa ini harus pula dipertanggungjawabkan kepada pemerintah, kalau pertxiataan itu diketahui ia hams berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan.

2) Kumbakarna menolak perintah kakaknya, juga rajanya yaitu Rahwana untuk berperang melawan rama, karena kakanya berbuat keburukan. Bukan main Rahwana. Ia membangkit-bangkitkan hutang budi Kumbakarna terhadap kerajan Alengka.

Kumbakarna menyadari kedudukannya sebagai panglima perang, karena itu berangkat juga ia ke medan perang menghadapi Rama. Akan tetapi ia maju ke medan perang bukan karena membela kakanya, melainkan karena rasa tanggung jawabnya sebagai panglima yang harus membela negara ( Ramayana)

(e). Tanggung jawab terhadap Tuhan

Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab langsung teriiadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam beibagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap Tuhan sebagai penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya, manusia perlu pengorbanan.

Contoh :

Seorang biarawati dengan ikhlas tidak menikah selama hidupnya karena dituntut tanggung jawabnya tertiadap Tuhan sesuai dengan hukum-hukum yang ada pada agamanya, hal ini dilakukan agar ia dapat sepenuhnya mengabdikan diri kepada Tuhan demi rasa tanggung jawabnya. Dalam rangka memenuhi tanggung jawab ini ia berkorban tidak memenuhi kodrat manusia pada umumnya yang seharusnya meneruskan keturunannya, yang sebetulnya juga merupakan sebagian tanggung jawabnya sebagai mahluk Tuhan

Menumbuhkan Kesadaran Beriman dan Taat Beragama

Menumbuhkan Kesadaran Beriman dan Taat Beragama
Negara kesatuan yang berbentuk republik ini telah cukup dikenal sebagai masyarakat relegius walaupun seiring itu moralnya masih perlu dibangun dalam kesadaran tinggi kaitannya sebagai makhluk beragama (Human relegouus). Sebab masih dijumpai kemerosotan moral di beberapa kalangan elit the ruling class-nya dan (akhirnya akibat keteladanan yang jelek ini merembesi) oknum-oknum warga masyarakat. Seperti ini dalam bernegara dan berbangsa secara tegas mengambil azas Pancasila, yang sila pertama adalah soal penting dalam hidup manusia; yakni rasa ketuhanan yang esa. Di noktah nilai dari sila ini begitu jelas menggambarkan adanya hubungan transendensial manusia dengan Tuhan itu tentu dalam segala kiprah dan karyanya dalam kehidupan. Artinya manusia Indonesia itu seyogyanya selalu mengaitkan segala perbuatan, kiprah, karya dan hasil baktinya dalam konteks hubungan khalik (pencipta hidup) dan mkhluk (penikmat hidup). Dimana seluruh pengabdiaannya kepada publik dan negara-bangsa itu berada pada aras yang sama dengan pengabdian dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilambari rasa ikhlas, tulus dan syukur dimana dalam aras hubungan secara manusianya ialah tanpa pamrih.

Manusia Indonesia dalam arus ini selalu memposisikan agama/Tuhan sebagai pendamping, sahabat dalam berkarya dan kiprah di aras pengabdian sosialnya. Sehingga Tuhan tidak hanya hadir manakala dirinya berada di rumah-rumah ibadah saja, di mana-mana medan pengabdian Tuhan selalu juga ikut hadir dan berkarya. Tentu kesadaran yang terkandung dalam elemen pertama Indonesia Bahagia ini adalah kesadaran untuk selalu ingat dalam pengawasan mata Tuhan, pembimbingan Tuhan, sehingga manifestasinya ialah sikap rendah hati, jujur, bertaqwa, taat pada prinsip-prinsip yang benar. Seperti saat kita mencanangkan sebuah wahana edukatif "Kantin Kejujuran" bagi generasi bangsa; mana mungkin wahana edukatif itu akan terselenggara bila tidak dilambari oleh elemen pertama Indonesia Bahagia ini di setiap sanubari para peserta dan pihak-pihak partisipan dan masyarakat sendiri. Kita pun akhirnya menurunkan sebuah pesan dalam wahana itu, "Allah melihat-Malaikat mencatat" sebagai cerminan jatidiri bangsa dan kepribadian nasional.

Bagimanapun nilai-nilai ketuhan atau etika relegiusitas dan rasa spiritual itu telah banyak mengilhami proses dan babak-babak pembangunan bangsa ini, pun sejak sebelum kemerdekaan ini. Artinya, jika kita sebagai bangsa telah dengan tegas menyatakan bahwa berdirinya negara ini ialah untuk menjaga dan melindungi segenap jiwa raga rakyatnya jangan lupa itu dijaga dengan cara menumbuhkan sumber-sumber kebahagiaan yang datangnya dari pangkal pokok diri manusia sendiri yakni rasa relegiusitas dan spiritualitas dimana cita-cita dan tujuan mengejar kesejahteraan umum (material) itu akan sia-sia jika bangsa ini mengabai sisi yang paling primordial (fitrawi) ini dalam hidup manusia. Sebab manusia sudah kadung dari sononya selalu merindukan suatu yang hakiki dalam hidupnya. Karena itu, sejak Neuroscience menemukan God-Spot di belahan otak yang bernama lobus temporal (temporal Lobe) sangat tidak mungkin manusia tidak memiliki rasa berketuhanan yang esa. Sangat tidak mungkin dia menjadi atheis atau kehilangan spiritualitasnya. Meskipun seseorang mengaku tidak beragama, tidak mungkin dia meninggalkan atau tidak mengakui Tuhannya. Dengan begitu elemen ini menjadi modal primordial manusia Indonesia untuk selalu berbahagia.
Kehidupan beragama salah satu diantara sekian banyak sektor harus mendapatkan perhatian besar bagi bangsa dibandingkan dengan sektor kehidupan yang lain. Sebab pencapaian pembangunan bangsa yang bermoral dan beradab sangat ditentukan dari aspek kehidupan agama, terutama dalam hal pembinaan bagi generasi muda.
Secara harfiah pembinaan berarti pemeliharaan secara dinamis dan berkesinambungan. Di dalam konteksnya dengan suatu kehidupan beragama, maka pengertian pembinaan adalah segala usaha yang dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran memelihara secara terus menerus terhadap tatanan nilai agama agar segala perilaku kehidupannya senantiasa di atas norma-norma yang ada dalam tatanan itu. namun perlu dipahami bahwa pembinaan tidak hanya berkisar pada usaha untuk mengurangi serendah-rendahnya tindakan-tindakan negatif yang dilahirkan dari suatu lingkungan yang bermasalah, melainkan pembinaan harus merupakan terapi bagi masyarakat untuk mengurangi perilaku buruk dan tidak baik dan juga sekaligus bisa mengambil manfaat dari potensi masyarakat, khususnya generasi muda.
Membangun kesadaran bagi generasi bukanlah hal yang gampang untuk tercapai secara maksimal, tetapi dalam pembinaan kesadaran yang menjadi hal pokok untuk dibangun. Kesadaran hendaknya disertai niat untuk mengintensifkan pemilikan nilai-nilai dari pada yang sudah dimiliki, sebab dengan cara tersebut akan mampu mewujudkan pemeliharaan yang dinamis dan berkesinambungan.
Unsur pemeliharaan dan dinamisasi menjadi sangat penting untuk mewujudkan suatu kontruksi pembinaan yang utuh dan hakiki. Hal inilah disebabkan karena wujud tatanan itu pada hakikatnya mengandung dua jenis nilai; nilai primer universal terus-menerus, sedangkan nilai sekunder local merupakan pengembangan dari hasil pemahaman nilai primer itu yang mana kondisi suatu tempat tertentu memberikan pengaruh terhadap pribadi seseorang.
Pencapaian tatanan nilai yang tidak jelas dalam hal tingkatan yang dikandung hanya akan kebingungan sehingga berakibat pada ketidaktahuan nilai perbuatan yang dilakukan sehari-hari. Bahkan dia akan menilai secara random bahwa perbuatannya itu benar dan sudah sesuai dengan norma dan aturan yang ada. Padahal apa yang dilakukannya adalah berbeda dari nilai dan norma tersebut.
Pemilikan nilai primer universal harus didahulukan sebelum mencapai nilai yang sekunder. Sebab di dalam nilai yang primer tersebut terkandung definisi-definisi tentang sesuatu yang baik dan yang buruk (yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan) dan hal ini tidak terkandung dalam nilai sekunder tersebut. Sedangkan nilai sekunder hanya akan membuat suatu kejelasan tujuan terbentuknya tatanan nilai dengan jaminan tidak melampaui nilai primer.
Perpaduan dua nilai inilah dalam suatu tatanan akan menghilangkan kesan bahwa nilai primer itu hanya berfungsi sebagai ranjau-ranjau yang sangat berbahaya bagi orang-orang yang melaksanakannya, padahal dia membutuhkan sesuatu yang semuanya sudah diatur nilai primer yang dimilikinya.
Karen itulah pembinaan harus berwujud suatu konstruksi yang utuh dan hakiki yang mau tidak mau harus memasukkan dua unsur tersebut di atas ke dalam suatu tatanan nilai yang dilakukannya setiap saat, yaitu pemeliharaan dan dinamisasi. Dinamisasi dimaksudkan agar tatanan nilai tidak hanya berbentuk satu substansi searah akan menciptakan suatu pekerjaan yang tidak bermanfaat, bahkan sia-sia belaka, sebab tidak ada tatanan yang mendukungnya dari aspek lain.
Dalam hal ini pembinaan dimaksudkan adalah pembinaan keagamaan yang mempunyai sasaran pada generasi muda, maka tentu aspek yang ingin dicapai dalam hal ini adalah sasaran kejiwaan setiap individu, sehingga boleh dikatakan bahwa pencapaiannya adalah memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Keunikan dimaksudkan tidak karena ditentukan prototipitas tema pembahasannya, melainkan disebabkan karena sasaran yang diambil merupakan suatu pengelompokkan demografis yang gencar-gencarnya mengalami perubahan dan perkembangan psikologi kejiwaan anak.
Dalam masa ini jatidiri dan sikap arogan masih sangat kuat untuk diperpegangi bagi generasi muda, sehingga memerlukan kehati-hatian yang ekstra ketat. Sehingga mampu menanamkan nilai-nilai dan konsep pembinaan, khususnya dalam hal pembinaan akhlak melalui ajaran tasawuf dalam merubah perilaku generasi muda dalam kehidupan sehari-hari. Sebab tujuan utama dari pembinaan ini adalah memberikan arti ajaran tasawuf terhadap upaya pembinaan yang menimbulkan kesadaran diri akan nilai-nilai agama secara umum dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam perkembangan psikologi remaja dikatakan bahwa perkembangan psikologi remaja sedikit mempunyai pengaruh terhadap cara-cara penanaman dan pemahaman nilai agama. Hal ini diungkapkan oleh ahli psikologi remaja bahwa pada satu pihak remaja tidak begitu saja mampu menerima konsep-konsep, nilai-nilai suatu ajaran, apalagi ajaran yang membatasi diri seseorang, tetapi terkadang dipertentangkan dengan citra diri dan struktur kognitif yang dimilikinya.
Pembinaan yang bercorak keagamaan atau keislaman akan selalu bertumpu pada dua aspek, yaitu aspek spiritualnya dan aspek materialnya. Aspek spiritual ditekankan pada pembentukan kondisi batiniah yang mampu mewujudkan suatu ketentraman dan kedamaian di dalamnya. Dan dari sinilah memunculkan kesadaran untuk mencari nilai-nilai yang mulia dan bermartabat yang harus dimilikinya sebagai bekal hidup dan harus mampu dilakukan dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-harinya saat ini untuk menyongsong kehidupan kelak, kesadaran diri dari seorang remaja sangat dibutuhkan untuk mampu menangkap dan menerima nilai-nilai spiritual tersebut, tanpa adanya paksaan dan intervensi dari luar dirinya.
Sedangkan pada pencapaian aspek materialnya ditekankan pada kegiatan kongkrit yaitu berupa pengarah diri melalui kegiatan yang bermanfaat, seperti organisasi, olahraga, sanggar seni dan lain-lainnya. Kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dimaksudkan agar mampu berjiwa besar dalam membangun diri dari dalam batinnya, sehingga dengan kegiatan tersebut, maka tentu dia akan mampu memiliki semangat dan kepekatan yang tinggi dalam kehidupannya.
Mengenai keterikatan pembina keislaman didasarkan pada lokasi dan daerah tertentu, tentu merupakan tantangan tersendiri dalam melakukan pembinaan, sebab pembinaan tersebut akan menemukan beberapa kendala. Namun aspek pembinaannya akan lebih terfokus dan terarah, bahkan akan memberikan ciri dan corak pembinaan tersendiri.
Salah satunya adalah dengan melakukan pendekatan kesejarahan dengan cara membuat fakta sejarah dari berbagai sumber tentang latar belakang sejarah yang ada di darah dimaksud dengan menampilkan fakta bahwa pemuda mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia, terutama dalam mengusir penjajah dari belahan bumi Indonesia. Dan juga mampu menumpas segala pergerakan-pergerakan yang hendak menghancurkan Pancasila di bumi pertiwi.
Pendekatan-pendekatan yang disebutkan di atas, maka tentu akan memberikan semangat dan dorongan kepada generasi muda sebagai harapan bangsa. Dan memberikan semangat patriotisme kebangsaan yang juga dianggap sudah hilang dari dalam diri generasi yang saat ini. Penanaman semangat kepahlawanan memberikan nilai positif bagi generasi muda, sebab tentu akan membangun semangat dan menumbuhkan jiwa kepahlawanan, baik terhadap negara, agama maupun bangsa.
Membangun jiwa kepahlawanan ke dalam diri generasi muda adalah salah satu unsur dalam melakukan pembinaan, dan pembinaan dapat terarah dan konstruktif. Sehingga perlu suatu kesadaran moral bahwa generasi muda adalah yang selalu mengambil peran dalam setiap langkah yang bermanfaat bagi bangsa dan agama, pada dasarnya mereka akan mengambil peranan dan terpanggil untuk berbakti sebagai suatu tuntutan, baik tuntutan itu datang sebagai generasi bangsa maupun sebagai generasi agama.
Karena itu, suatu pembinaan adalah untuk konstruksi pembinaan itu sendiri yang utuh dan hakiki, sehingga dalam pembinaan harus mengambil suatu bentuk bagaimana seharusnya konstruksi itu dibangun dari dalam diri, sehingga mampu menghasilkan tindakan-tindakan islami yang praktis dalam melakukan kegiatan, baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Penciptaan moralitas Islam ini adalah merupakan suatu hal yang amat penting untuk memantapkan kehidupan keberagaman mereka, mereka akan menjadi mantap apabila sudah mengetahui secara benar nilai-nilai Islami, termasuk di dalamnya nilai-nilai kesufian yang tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai yang sudah di pahami sebelumnya. Demikian pula dengan manfaat-manfaat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Bahkan secara tidak langsung mereka akan memahami fungsi-fungsi keagamaan yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembentukan moralitas Islam pada setiap generasi muda Islam, harus ditempatkan pada nomor urut teratas dan menjadi skala prioritas suatu pembinaan. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa di tangan pemudalah tanggung jawab perwujudan realitas Islam. yang dimaksud realitas Islam adalah kegiatan-kegiatan yang mesti dan seharusnya dilakukan generasi secara konstruktif dan berkesinambungan dalam membangun jati diri dan perilaku yang baik.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mewujudkan realitas ini adalah mereka harus mempunyai tanggung jawab secara pribadi-pribadi atau secara terkoordinasi menjadi suatu kelompok berbuat dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan menghancurkan kezaliman dan kejahatan pada setiap saat. Perintah tersebut sudah termaktub dalam Al-Qur’an QS. Al-Imran (3) : 110:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلاَ أَوْلاَدُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka.
B. Model Pembinaan Islam
Memahami suatu model bagi pembinaan Islam terlebih dahulu harus dipahami bagaimana konsep Islam mengenai kehidupan dimana pembinaan itu diarahkan. Bahkan tidak hanya sampai di sini, untuk bisa memahami konsepsi kehidupan beragama secara tepat dan efektif kita harus mengadakan kajian mendalam tentang apa yang sebenarnya nilai-nilai yang dikandung Islam dalam memberikan konsep kehidupan.
Karena itu, Islam memberikan suatu konsep mengenai kehidupan keagamaan dalam masyarakat, sehingga lahirlah dua dimensi. Pertama, dimensi mahdhah, yaitu berupa ajaran agama yang menuntun manusia untuk melakukan ibadah langsung dengan Allah swt. Kedua, dimensi ghairu mahdhah yaitu berupa ajaran agama yang mendorong manusia untuk bermuamalah dengan manusia lainnya.
Menurut Muhammad Assad, konsep Islam bagi suatu kehidupan dijelaskan bahwa Islam adalah program hidup sesuai dengan hukum-hukum alam yang ditetapkan oleh Allah swt, atas penciptaannya berupa hasil yang dicapainya yang tertinggi ialah koordinasi yang sempurna dari pada aspek-aspek spiritual dan material kehidupan manusia.
Program hidup merupakan suatu struktur dari aspek-aspek yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup itu sendiri untuk menuju suatu mencapai suatu kesempurnaan kehidupan agama. Aspek-aspek inilah yang dikenal dengan aspek kehidupan secara parsial, aspek-aspek kehidupan ini bekerja menurut hukumnya sendiri.
Maka nampaklah bahwa dalam kehidupan antara satu dengan yang lainnya seolah-olah saling berpisah, bahkan seolah-olah tidak ada benang merah yang menghubungkannya. Misalnya aspek kultural, aspek ini bekerja dalam hukum bahwa manusia mempunyai naluri berkehendak dan cara berpikir yang diwujudkan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan sepintas lalu aspek kultural ini tidak mempunyai keterkaitan dengan aspek yang lain seperti nilai-nilai relegius yang berdasarkan pada hukum bahwa di atas kekuasaan manusia itu masih ada kekuasaan yang lebih tinggi dan Maha tinggi. Tidak ada satupun kekuasaan yang menandinginya. Sehingga kalau demikian keadaannya, maka mungkinkah tujuan hakiki dari pada kehendak dan cara berpikirnya mencapai hasil, yang tidak lain hasil yang harus tercapai adalah terciptanya kehidupan manusia yang aman dan sejahtera.
Apabila dalam merealisasikan kehendak dan cara berpikir tanpa didasari oleh aturan-aturan yang ditetapkan oleh penguasa yang Maha Kuasa yang akan terwujud dalam diri manusia adalah sifat ketamakan belaka, kerakusan dan kebuasan manusia itu sendiri. Karena itu, di dalam mencapai kesempurnaan hidup ajaran Islam mencanangkan suatu program yang merupakan suatu totalitas yang mempunyai daya kompelektsitas dan mempunyai kemampuan untuk diajak bekerja sama antara aspek yang satu dengan aspek yang lainnya. Dengan program demikianlah itulah tujuan hidup sebenarnya akan betul-betul terjamin tercapai keselamatan di dunia.
Melihat program hidup yang merupakan suatu struktural dari berbagai aspek kehidupan yang secara parsial seolah-olah nampak berpisah-pisah, maka yang akan nampak adalah mengadakan pembinaan secara menyeluruh dalam kehidupan manusia. Dan pembinaan itu harus merupakan suatu pembinaan yang serupa, yaitu pembinaan yang islami.
Ironisnya adalah suatu hal yang sangat wajar apabila dalam pembinaan terdapat beraneka ragam rupa pembinaan kemudian tentu akan menghasilkan keganjilan-keganjilan pembinaan yang pada gilirannya eksistensi keberagaman menjadi akan kurang dan tidak berbekas dari dalam diri seseorang.
Dengan demikian pembinaan yang serupa inilah yang kita maksudkan bahwa pembinaan akan menjadi kompleks. Dengan titik tolak bahwa cara demikian mencapai tujuan dari pembinaan yang diidam-idamkan, yaitu berupa realitas Islam yang membawa kesuksesan manusia dalam mengarungi kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
Pembinaan untuk demikian itulah kita maksudkan salah satu cara untuk menciptakan konstruksi pembinaan yang utuh dan hakiki. Namun hal ini belum menyentuh pada bentuk yang kongkrit dalam keterikatan itu dengan suatu wilayah tertentu yang mana hal tersebut akan lebih mengefektifkan konstruksi pembinaan itu sendiri. Gambaran umum ini hanya dimaksudkan sebagai indikasi bahwa kompleksitas pembinaan merupakan satu hal yang mampu membentuk konstruksi pembinaan yang diharapkan
Berikut ini lebih jauh dapat dijelaskan aspek-aspek yang paling utama yang harus dicapai oleh setiap individu, seperti dua dimensi di atas, meliputi:
a) Dimensi Mahdah
Seperti yang telah kita ketahui di atas bahwa dimensi mahdah itu lahir setelah kita mengadakan kajian mendalam tentang konsepsi kehidupan menurut Islam, di samping lahir juga dimensi gairu mahdah. Dimensi mahdah ini dalam struktur tatanan nilai pada hakikatnya adalah nilai universal bagi setiap orang yang beragama.
Kemampuan menggunakan dimensi mahdah dalam segala perilakunya akan menciptakan seorang untuk menjadi muslim yang betul-betul beriman dan bertakwa. Sedangkan orang-orang yang betul-betul beriman dan bertakwa menurut Abu A’la Maududi adalah muslim yang membuat aspek dari segala kehidupannya untuk sepenuhnya mengabdi kepada Allah swt, seluruh hidupnya adalah yang penuh dengan ketaatan dan ketundukan, kepasrahan diri dan sekali-kali tidak akan bersikap arogan atau mengikuti kemauannya sendiri yang di dalamnya ada dipengaruhi oleh hawa nafsu manusia.
Kalau melihat keterangan al-Maududi tersebut, maka menjadi jelaslah bahwa pada intinya kemampuan penguasaan dan kepatuhan kepada Allah swt, adalah iman kepada Allah. Dan lebih lanjut al-Maududi mendefinisikan bahwa iman itu bukan suatu konsep mata fisikal belaka, melainkan iman adalah corak suatu perjanjian dengan Allah sang pencipta, dan menukar kehidupan dirinya dengan rahmat dan kehendak Allah swt.
Oleh karena itu, dengan dasar penguasaan dimensi mahdah ini orang akan membuang jauh-jauh terhadap sifat-sifat manusiawinya yang tercela menggantikannya dengan sifat-sifat yang terpuji sebagai refleksi dari keimanan yang mendalam. Adapun hasil optimal dari penguasaan keimanan tersebut adalah melahirkan kesadaran yang besar dalam menjalankan perintah-perintah Allah swt dan mampu menjauhi larangan-larangan agama secara sadar.
b) Dimensi gairu mahdah
Dimensi gairu mahdah pada dasarnya hanya merupakan pengembangan dari penguasaan dimensi pertama yaitu dimensi mahdah, dan merupakan hasil dari pembekalan nilai sekunder lokal semata. Setelah itu kita mempunyai kesadaran untuk menjalankan ajaran-ajaran pokok agama dalam Islam berupa kegiatan mahdah, berupa shalat, puasa, haji, sadaqah, dan sebagainya.
Gambaran tersebut merupakan hasil penguasaan dimensi mahdah, dimana kita harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk memahami apa sebenarnya nilai-nilai yang terkandung di dalam ibadah mahdah dan hikmah yang dapat diperoleh manusia, sebab untuk memahami tersebut perlu hikmah, sehingga manusia mampu menangkap dibalik perintah tersebut.
Demikian pula dalam upaya membentuk kepribadian seseorang atau proyeksi program hidup kemanusiaan. Usaha pengembangan ini harus diusahakan mencapai tingkat setinggi-tingginya agar mampu melayani segala kebutuhan manusia. Dimensi ghairu mahdah dalam struktur tatanan nilai kita di sebut dengan nilai sekunder lokal.
Secara kongkritnya bahwa suatu aktivitas kemanusiaan sebagai hasil penguasaan dimensi mahdah dengan pembekalan nilai sekunder sangat banyak dipengaruhi oleh kondisi lokal yang ada. Dan ditentukan bentuknya oleh sistem sosial dan budaya wilayah tertentu. Misalnya dalam situasi umat Islam mengalami kelumpuhan dengan diperkosanya hak-hak asasinya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Maka tentu diperlukan perjuangan yang tidak sedikit dalam membangun nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam.
Perjuangan ataupun gerakan yang dilakukan untuk membebaskan diri dari belenggu kezaliman sebagai suatu amalan ibadah disisi Allah swt, sesuai perintah dalam Al-Qur’an untuk memperjuangkan segalanya di jalan Allah swt, QS al-Hajj (22) : 78
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Terjemahnya:
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
Amalan seperti tersebut di atas, merupakan hasil dari pemahaman nilai primer tadi yang sudah dikembangkan dalam diri manusia. Yang berupa amalan-amalan yang sudah ditetapkan dalam ajaran Islam sebagai cara untuk memotivasi umatnya untuk mampu bekerja keras dalam merubah hidup dan kehidupan manusia menjadi lebih baik
Namun akan berbeda pula sekiranya seseorang yang sudah berada dalam wilayah yang sudah dilindungi hak-hak kemanusiaannya untuk beribadah dan melakukan kegiatan-kegiatan agama lainnya. Sekalipun berada dalam wilayah dimaksud tetapi tetap memerlukan suatu perjuangan yang besar oleh setiap individunya, sebab perlindungan hak asasi yang sudah diberikan, bukan jaminan seseorang untuk terhindar dari pengaruh budaya melalui sistem komunikasi secara internasional, yang sewaktu-waktu mampu menguasai kita.
Karena itu, dalam menghadapi situasi ini, yang harus dilakukan adalah aktivitas yang diwujudkan dalam propaganda secara besar-besaran untuk senantiasa menghargai dan menunjang tinggi budaya sendiri yang sudah sejalan dengan nilai-nilai Islam (nilai primer).
Pembinaan yang mempunyai materi doktrin dengan dimensi mahdah dan ghairu mahdah tersebut merupakan suatu kerangka dalam membangun model pembinaan yang lebih efektif bagi generasi muda bangsa. Sebab dengan memberikan sentuhan dua dimensi tersebut di atas, berupa ibadah mahdah yaitu kewajiban mutlak yang harus dipahami (ibadah kepada Allah), dan ghairu mahdah yaitu kewajiban untuk menselaraskan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Materi Pembinaan Islam
Materi yang dipergunakan dalam pembinaan ini pada dasarnya merupakan pengembangan dari dimensi kedua yaitu dimensi ghairu mahdah. Penekanannya pada suatu nilai saja yang ada dimensi ghairu mahdah tersebut. Bukan berarti di luar dari dimensi tersebut dianggap lebih utama dan sudah tidak penting lagi.
Namun penentuannya didasarkan pada suatu asumsi bahwa nilai-nilai yang dikandung pada dimensi mahdah sudah tetap dan tidak akan ada perubahan apapun di dalamnya, bahkan sudah menjadi fitrah utama dalam kehidupan manusia untuk menjalankannya sesuai apa yang disyariatkan dalam Al-Qur’an. Seperti yang disebutkan pada QS al-Ruum (30) : 30
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Karena itu, dimensi mahdah menjadi mutlak dan posisinya sudah kuat, dalam arti tidak boleh dikesampingkan. Apalagi kalau dikaitkan dengan pembinaan generasi muda. nilai-nilai yang utama itulah yang seharusnya mendapat perhatian dan pemeliharaan terus menerus, sedangkan nilai yang harus dikembangkan sedemikian rupa sebagai dinamisasi budaya yang harus dijalankan menurut ajaran utamanya.
Materi pembinaan merupakan usaha untuk mendapatkan kerangka acuan bagaimana seharusnya materi pembinaan yang harus dikembangkan dalam pembinaan akhlak generasi muda. dengan pendekatan nilai-nilai tasawuf. Demikian pula dengan aspek generasi mudanya yang tidak bisa dilepaskan dari generasi bangsa dan tumpuan negara. Mawasdi Rauf menilai bahwa kepeloporan pemuda merupakan hal yang biasa dalam suatu bangsa, tetapi senantiasa memerlukan perhatian dari semua pihak.
Melalui pertimbangan sejarah tersebut di atas, para generasi muda Islam harus digembleng untuk selalu mengembangkan tugas kepeloporan dalam rangka mewujudkan kehidupan yang agamis sesuai dengan nilai-nilai Islam. dalam hal materi pembinaan generasi muda, maka sudah tentu aplikasinya adalah membangun patriotisme kebangsaan di dalam diri generasi muda. beberapa diantara yang harus dibebankan pada generasi muda, antara lain : tanggung jawab pemuda dalam memikul amanat agama dan bangsa.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin pada dasarnya adalah menjadikan bagi para penganutnya sejahtera dalam kehidupan dunia, memiliki tanggung jawab, baik dalam hal menjaga lingkungan dan alam, maupun dalam menjaga sikap dalam berhubungan dengan orang lain. Salah satu contohnya yaitu dalam Al-Qur’an diperintahkan untuk berakhlak mulia sebagai bagian dari menjaga sikap dalam berhubungan dengan orang lain. Salah satu contohnya yaitu dalam Al-Qur’an diperintahkan untuk berakhlak mulai sebagai bagian dari menjaga sikap setiap individu agar memiliki moral dan akhlak.
Karena itu, sikap yang harus dibina bagi generasi dan secara umum manusia adalah memelihara relation ship (hubungan) antara manusia dengan manusia lainnya. Dan untuk melakukan pemeliharaan tersebut manusia diharapkan berpedoman pada nilai-nilai Al-Qur’an dan hadits Nabi.

Fungsi Profetik Agama dalam Hukum

Fungsi Profetik Agama dalam Hukum

fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju kebahagiaan juga memuat peraturan-peraturan yang mengondisikan terbentuknya batin manusia yang baik, yang berkualitas, yaitu manusia yang bermoral (agama sebagai sumber moral)

kearifan yg menjiwi langkah hukum dengan memberikan sanksi hukum secara bertahap sehingga membuat orang bisa memperbaiki kesalahan (bertaubat kepada Tuhan)

A. Kesadaran Taat Hukum

1. Pengertian Taat Hukum

§ Umum

- Patuh terhadap aturan perundang-undangan, ketetapan dari pemerintah, pemimpin yang dianggap berlaku oleh untuk orang banyak.

- Mematuhi aturan perundang-undangan untuk menciptakan kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat yang berkeadilan.

§ Islam

Melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan hadits serta Ijma’ Ulama dengan sabar dan ikhlas.

2. Asas Hukum

a. Pengertian Asas Hukum

§ Kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berfikir dan berpendapat.

§ Kebenaran itu bertujuan dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.

b. Asas Hukum Secara Umum

§ Asa kepastian hukum

Tidak ada satu perbuatan dapat dihukum kecuali atas kekuatan hukum dan perundang-undangan yang berlaku untuk perbuatan itu.

§ Asas keadilan

Berlaku adil terhadap semua orang tanpa memandang status sosial, status ekonomi, ras, keyakinan, agama dan sebagainya.

§ Asas kemanfaatan

Mempertimbangkan asas kemanfaatan bagi pelaku dan bagi kepentingan negara dan kelangsungan umat manusia.

c. Asas Hukum Secara Islam

§ Asa kepastian hukum

Tidak ada satu perbuatan dapat dihukum kecuali atas kekuatan hukum dan perundang-undangan yang berlaku untuk perbuatan itu.

Qs. Al-Maidah : 95

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْتُلُواْ الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ وَمَن قَتَلَهُ مِنكُم مُّتَعَمِّداً فَجَزَاء مِّثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنكُمْ هَدْياً بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَو عَدْلُ ذَلِكَ صِيَاماً لِّيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللّهُ عَمَّا سَلَف وَمَنْ عَادَ فَيَنتَقِمُ اللّهُ مِنْهُ وَاللّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-ya yang dibawa sampai ke Kabah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.QS. al-Mai'dah (5) : 95

§ Asas keadilan

Berlaku adil terhadap semua orang tanpa memandang status sosial, status ekonomi, ras, keyakinan, agama dan sebagainya.

Qs. Shad : 26

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ

“Allah memerintahkan para penguasa, penegak hukum sebagai khalifah di bumi ini menegakan dan menjalankan hukum sabaik-baiknya tanpa memandang status sosial, status ekonomi dan atribut lainnya”.

Qs. An-Nisa’ : 135 dan Qs. Al-Maidah : 8

Intinya : “Keadilan adalah asas titik tolak, proses dan sasaran hukum dalam Islam”

“Siapa yang tidak menetapkan sesuatu dengan hukum yang telah ditetapkan Allah itulah orang-orang yang aniaya”

§ Asa kemanfaatan

Mempertimbangkan asas kemanfaatan bagi pelaku dan bagi kepentingan negara dan kelangsungan umat manusia.

Qs. Al-Baqarah : 178

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) mambayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampui batas sesudah itu maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. 2:178)

§ Asa kejujuran dan kesukarelaan

QS. Al-Mudatsir : 38

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

“Setip individu terikat dengan apa yang ia kerjakan dan setiap individu tidak akan memikul dosa orang (individu) lain”.

B. Profetik Agama Dalam Taat Hukum

a. Pengertian Profetik Agama Dalam Taat Hukum

1. Hal-hal yang digambarkan, dan dinyatakan oleh Agama memalui yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.

2. Agama yang diajarkan atau dicontohkan oleh para Nabi/ Rasulullah

3. Contoh atau tauladan yang telah digariskan / dicontohkan Rasulullah saw

b. Fungsi Profetik Agama

1. Dalam Mengatasi Krisis Kebudayaan dan Kemanusiaan

a. Menjelaskan dan mengubah fenomena-fenomena sosial masyarakat yang salah atau kurang baik seperti :

Ø Dalam Deideologisasi yang tidak sehat dan merugikan tatanan masyarakat (Politik atau paham yang tidak sehat)

Ø Dalam keamanan dan kebebasan yang nyaris menabrak rambu-rambu hukum dan norma serta nilai yang ada

Ø Dalam Reduksionisme (penurunan kwalitas ilmu pengetahuan) Ijazah ilegal dan aspal

Ø Dalam Materialisme (kebendaan), pamer, glamour, poya-poya dsb

Ø Dalam Ekologi (lingkungan) ketidakseimbangan kehidupan dalam masyarakat (Imbalance), baik materi dan non materi, baik lahir maupun bathin

Ø Dalam Kultural (kebudayaan, peradaban) seperti Globalisasi (Ends of Pluralisme)

Intinya :

1) Dalam berpolitik, seperti :

Enthnocenterisme = Pemerintahan ditangan satu orang

2) Dalam Materialisme, seperti :

Ekonomi kapitalisme

3) Dalam Ekologi, seperti :

Materialisme, Sekularisme (pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan moral, memisahkan pemerintahan negara dengan Agama). Agama terasing dari persoalan kehidupan manusia

4) Dalam Reduksionisme, seperti :

Penurunan nilai, akhlak, kebenaran, kwalitas ilmu pengetahuan

5) Dalam Kultural atau Budaya, seperti :

Hedonisme (hanya memburu dan mengejar kesenangan dunia)

2. Dalam Mengatasi / Merevitalisasi Keberagaman Dalam Menjalankan Agama Dengan Back to Qur’an and Sunnah

a. Menjadikan Al-Quran dan Sunnah

Ø Sebagai sumber dan payung hukum dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam

Ø Sebagai sumber rujukan dalam menyelesaikan dan memutuskan suatu hukum -> QS.Al-Maidah : 48 – 49 QS. An-Nisa’ ; 59 dsb

b. Permasalahan yang ada bila tidak didapatkan dalam QS boleh melakukan Istimbat hukum dengan tetap merujuk kepada QS. QS.Isra’ : 15 dan Taqrir yang dikeluarkan Rasulullah saw.

c. Tidak menjadikan paham, mazhab, aliran sebagai keputusan final yang Undervartable. Paham, aliran, mazhab tidak termasuk Tasyri’ hanya bayan liat-tasyri’

d. Memperbolehkan Ikhtilaf, namun hanya pada masalah Ijtihadiyah

e. Tidak memandang hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak ditentukan oleh QS, namun tetap mengacu pada sifat Basyariah Rasulullah sebagai syari’at -> “antum a’lamubi umuri dunyakum”

f. Suatu hukum dari Ijtihad bersifat debatable (yang dapat dibantah, debat) bukan merupakan keputusan final

c. Tujuan Profetik Agama Dalam Taat Hukum

1. Mendorong seseorang (manusia) berperilaku dan berbuat sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang sah serta sesuai QS, sehingga tercipta suatu kondisi masyarakat yang sadar dan taat hukum.

2. Mendorong seseorang berperilaku yang baik dengan mentauladani pribadi Rasulullah, agar manusia selamat dan bahagia dunia dan akhirat (antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan Allah serta dengan alam lingkungan).

3. Mengeluarkan manusia dari miopik (cara pandang yang sempit) dan Primordial dan Formalisme sempit yang akan melahirkan berbagai konflik sosial, politik bahkan menjurus kepada perpecahan dan perperangan